Senin, 14 Maret 2016


Belajar Untuk Menghargai Ujian
                Dalam setiap prosess belajar disuatu lembaga pendidikan, kita pasti  menemukan ujian yang merupakan salah satu cara dalam evaluasi. Ujian mutlak diperlukan untuk mengetahui apakah suatu pelajaran telah dapat diserap dengan baik atau belum.  Sikap kita yang baik dalam menghadapi ujian adalah, bahwa ujian itu untuk belajar , artinya dengan telah melalui ujian kita dapat tingkatkan belajar lebih dalam lagi. Bukan sebaliknya belajar untuk ujian, yang ini artinya kita hanya akan belajar kalau akan menghadapi ujian.
Jangan anggap ujian sebagai beban yang berat dan menegangkan dan jangan juga menganggap remeh ujian.  Mari kita belajar menghargai ujian dari sebuah pondok pesantren yang punya nama besar. Di bawah ini beberapa contoh sikap para santri di sana dalam menghadapi ujian;
1.       Sebelum mereka mengahadapi ujian baik lisan maupun tertulis, yang mereka lakukan pertama kali adalah meminta doa dari orang tua melalui telepon langsung ke orang tua. Kita yang setiap hari bersama orang tua mungkin lupa melakukannnya. Doa orang tua buat mereka sangat penting yang bisa menyebabkan turunnya keridoan dan pertolongan Allah swt dan salah satu bentuk bakti anak.
2.       Banyak berdoa, menjaga kesehatan dengan makan yang baik dan bergizi dan istirahat yang cukup juga mereka lakukan untuk menjaga kesehatan agar lebih siap menghadapi ujian. Jika kebetulan mereka jatuh sakit, mereka tidak mudah menyerah. Selama masih bisa mengikuti ujian mereka akan terus ikuti ujian sambil istirahat di atas tempat tidur atau dari rumah sakit sekalipun ujian tetap diikuti. Tidak adanya ujian susulan di pondok ini membuat mereka sangat menghargai arti dan nikmat sehat.
3.       Belajar dengan tekun, berusaha untuk memahami materi yang belum dikuasai dengan cara bertanya dan minta diajarkan pada teman atau guru.
4.       Menjunjung tinggi kejujuran dengan cara tidak menyontek dalam ujian. Ditambah lagi model ujian di sana yang hanya mengenal bentuk soal uraian dan tidak mengenal bentuk Pilihan ganda yang memang memudahkan siswa untuk menyontek. Nilai di sana bagus dan jelek adalah hasil sendiri dan nilai yang objektif dan murni.

Itulah beberapa pelajaran yang dapat diambil dari menghargai ujian di sebuah pondok pesantren yang besar. Pantaslah kalau pesantren ini telah menghasilkan alumni yang sukses diberbagai bidang dari ulama, pengusaha, pimpinan ormas, menteri bahkan ketua MPR dan duta besar. Mungkin sebentar lagi akan lahir presiden dari alumni pondiok ini. Pondok yang tahun ini berusia 90 tahun. Pondok ini bernama Darussalam Gontor di Ponorogo Jawa Timur. 

Jumat, 04 Maret 2016

10 Pelebur Dosa

                Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: dalil-dali dari Al-Qur’an dan As-Sunnah menunjukkan bahwa hukuman atau siksa berbagai dosa bisa hilang karena sepuluh sebab. Inilah sepuluh sebab yang dapat melebur dosa dan siksa itu:
1.       Sebab pertama: Taubat.
Taubat telah disepakati oleh kaum muslimin sebagai pelebur dosa. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala dalam surah Az-Zumar ayat 53 yang artinya:
“Katakanlah: “hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi maha Penyayang”.
Allah taala juga berfirman:
“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hambanya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi maha Penyayang” (QS. At-Taubah 104).
Begitu pula firman Allah ta’ala :
“dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hambanya dan memaafkan kesalahan-kesalahan” (QS As-Syura 25).
2.       Sebab Kedua: Istigfar (Mohon ampunan pada Allah).
Sebagaimana terdapat dalam hadist shahih, Nabi saw bersabda:
“jika seorang hamba berdbuat dosa, lalu ia berkata: wahai Rabbku, aku betul-betul telah berbuat dosa, ampunilah aku. Rabbnya menjawab, “hambaKu telah mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menghukumi setiap yang berdosa. Aku telah mengampuni hambaku.” Kemudia ia berbuat dosa lainnya, lantas ia pun mengatakan pada Rabbnya, “wahai Rabbku, aku betul-betul telah berbuat dosa lainnya, ampunilah aku.’ Rabbnya menjawab “hambaku telah mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menghukumi setiap yang berdosa. Aku telah mengampuni hambaKu. Lakukanlah sesukanya. (maksudnya: selama ia berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu). “kemudian ia berkata seperti itu untuk ketiga atau keempat kalinya.”
Dapat disebut bahwa sebagai pelebur dosa ialah istighfar disertai dengan taubat. Sebagian ulama mengatakan bahwa istighfar tanpa taubat pun dapat melebur dosa. Karena istighfar yang disertai dengan taubat, itulah yang ada pada orang yang ingin bertaubat. Sedangkan istighfar yang tidak disertai taubat, maka ini diapati pada sebagian orang yang beristighfar karena rasa khosyah (takut yang sangat kepada Allah), dan ada pula inabah (rasa ingin kembali kepada Allah). Inilah yang bisa menggugurkan dosa-dosanya.
3.       Sebab Ketiga: Amalan Kebaikan Sebagai Pelebur Dosa.
Amalan kebaikan dapat juga sebagai pelebur dosa sebagaimana firman Allah ta’la:
“dan dirikanlah sembahyang pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada permulaan dari pada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk” (QS Huud ayat 114).
Nabi juga menerangkan dalam hadisnya bahwa dari waktu sholat yang satu ke waktu sholat yang lain, dari jum’at ke jum’at yang lain dan dari Ramadhan ke Ramadhan yang lain dapat menghapuskan dosa diantara keduanya asalkan kita meninggalkan dosa besar. Bahkan Haji yang kita laksanakan dengan baik dan meninggalkan larangan-larangan haji dapat menhapuskan dosa seperti seorang anak yang baru lahir. Dalam hadis yang lain juga disebutkan:
“Keluarga, harta dan anak dapat menjerumuskan seseorang dalam maksiat (fitnah). Namun fitnah itu akan terhapus dengan sholat, shaum, shadaqah, amar ma’ruf (mengajak kebaikan) dan nahi munkar (melarang dari kemungkaran).” (HR BukharI).
4.       Sebab Keempat: Doa sesama Orang Beriman Kepada Lainnya;
Contohnya adalah melalui sholat jenazah, sebagaimana hadist dari Aisyah dan Anas bin Malik, Nabi saw bersabda:
“tidaklah seorang mayit dishalatkan (dengan shalat jenzah) oleh sekelompok kaum muslimin yang mencapai 100 orang, lalu semuanya member syafaat (mendoakan kebaikan untuknya), maka syafaat (doa mereka) akan diperkenankan.” Ada juga hadist Nabi yang menyatakan mayit yang dishalatkan oleh 40 orang yang tidak berbuat syirik, maka Allah akan memperkenankan doa dari orang yang menshalatkan.
5.       Sebab Kelima: Amalan Kebaikan Yang Ditujukan Untuk si Mayit
Contohnya adalah sedekah. Amalan sedekah ini bermnfaat bagi mayit berdasarkan dalil yang sahih dan tegas srta berdasarkan kesepakatan para ulama. Begitu juga memerdekakan budak dan haji bagi si mayit yang bermanfaat. Dalam QS Muhammad ayat 19 Allah berfirman: “dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempan.”
6.       Sebab Keenam: Syafaat Nabi SAW dan yang lainnya pada Pelaku dosa besar di hari kiamat:
Sebagaimana hadist Nabi SAW : Syafaati li ahlil kabaairi min ummati (Syafaatku untuk pelaku dosa besar dari umatku). Dalam hadist yang lain, Nabi saw juga bersabda ;”separuh dari umatku akan dipilih untuk masuk surge atau akan diberi syafaat. Maka akupun memilih agar umatku diberi syafaat karena itu tentu lebih umum dan lebih banyak. Apakah syafaat itu hanya untuk orang bertakwa? . Tidak, syafaat itu untuk mereka yang terjerumus dalam dosa (besar)”.
7.       Sebab Ketujuh: Musibah di Dunia Yang Menjadi Sebab Terhapusnya Dosa;
Hal ini berdasarkan hadist Sahihain (bukhari dan Muslim): “Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (kerena sesuatu yang hilang), kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti sampaipun duri yang menusuknya melinkan akan dihapuskan dosa-dosanya”
8.    Sebab kedelapan: Ujian di alam kubur, juga siksaan dan kenikmatan yang menjadi sebab terhapusnya berbagai dosa;
9.       Sebab Kesembilan: Mengalami kengerian dan kesulitan pada hari kiamat;
10.   Sebab kesepuluh: Rahmat dan ampunan dari Allah tanpa sebab yang dilakukan oleh hamba;